Tidak ada istilah "gara-gara" dalam
kamus hidup, tanpa "gara-gara" kehidupan tetap jalan. Tetapi bercurah tentang
bagaimana kondisi dan situasi saat ini, menurut saya pantas untuk dijalani,
ditulis dan dikenangi.
Saya menulis ini, bingung harus
diawali dari mana. Saya menulis cerita ini untuk, paling tidak, mengenang,
bahwa pada suatu masa, pernah ada kondisi yang mewajibkan atau istilah dalam
kitab “laa budda” bagi siapapun yang punya aktifitas bekerja harian (kantor)
menggunakan internet. Masa itu disebut dalam banyak tulisan sebagai WFH, Work
from Home, tak terkecuali saya, sebagai pengajar.
Awalnya, di akhir tahun 2019,
dunia digegerkan dengan makhluk kecil bernama corona. Corona adalah ragam virus
yang derivasinya sama dengan SARS dan MERS. Entah, nama-nama itu dari mana,
tapi jika mengingat nama type mobil sedan “Corona”, nampaknya istilah corona
memang sudah sejak dari dulu ada. Tetapi, Itu urusan ilmuwan-ilmuwan biokimia
dan saudara-saudaranya. Saya hanya akan fokus pada disiplin ilmu saya.
Seiring berjalan waktu, corona
kemudian mulai “bermesraan” dengan masyarakat Indonesia, yang berdasar
informasi, diawali dari warga Depok terinfeksi sekitar minggu ke-2 bulan Maret
2020. Berawal dari Depok, informasi corona merembet hingga Jakarta dan Jawa
tengah. Dalam beberapa hari, korban
bertambah sangat cepat. Bertambahnya korban corona, membuat saya jadi mikir
ketika itu. Melihat berita-berita di televisi betapa ganasnya penyebaran virus,
bukan tidak mungkin akan berimbas pada model pembelajaran di sekolah.
Hari Senin, 16 Maret 2020, saya
bersama teman-teman, masih seperti biasa masuk sekolah, melaksanakan
pembelajaran. Tetapi di hari itu pula, sudah mulai ada instruksi dari pemprov,
agar pembelajaran sekolah diganti pembelajaran di rumah dengan moda daring (on
line) hingga 14 hari berikutnya. Dalam hitung-hitungan, tidak mungkin berakhir
dalam 14 hari, pasti lebih, bisa berbulan-bulan.
Satu hari selanjutnya, kami,
tenaga pengajar, sudah dipastikan tidak berangkat lagi, tidak mengajar lagi,
sudah tidak melaksanakan pembelajaran di kelas. Semua mode pembelajaran diubah
menjadi daring, untuk semua mapel, untuk semua sekolah di DKI Jakarta, bahkan
mulai merembet ke banyak Provinsi. Entah sampai kapan mengajar online itu
selesai. Seingat saya, mungkin sekaranglah “libur” paling lama dalam dunia
pendidikan.
Bagi saya, sebenarnya
pembelajaran online bukan sesuatu yang baru, saya sendiri sering melaksanakan pembelajaran
itu, hanya saja frekuensinya tidak se-intens sekarang. Untuk keadaan ini, saya
dan semua guru, harus siap dengan segala kemampuan melakukan pembelajaran
terbaik moda daring.
Saya menceritakan untuk saya
sendiri, ternyata pembelajaran mode daring yang full, intens, tiap hari, bukan
sesuatu yang mudah dilaksanakan terutama menyangkut gaya mengajar. Seringkali,
yang saya amati, teman-teman guru, banyak yang tidak murni melaksanakan
pembelajaran online, tetapi tugas online, dan terjadi di banyak sekolah,
sehingga keluhan siswa dengan banyaknya tugas patut dimaklumi.
Seperti yang sudah diceritakan,
saya mungkin sudah sering menggunakan IT untuk mengajar, tetapi dalam kondisi
seperti saat ini, saya merasa ternyata mengajar dengan full IT tiap saat, sangat
menguras banyak pikiran dan tenaga, paling tidak ini untuk saya. Entah, apa
karena memang saya mengajar mapel matematika yang butuh penjelasan dan
kejelasan, yang jelas saya merasa, tiap malam harus berpikir bagaimana esok
hari bisa menjelaskan siswa dengan sebaik-baiknya tentang materi yang akan
disampaikan. Hal ini emang agak aneh, mungkin ada yang bertanya” memang dulu
tidak begitu?”. Itulah bedanya, kalau dulu tidak online, dulu langsung masuk
kelas bisa berinovasi, tapi sekarang jarak jauh, beda, sangat beda.
Tiap malam, saya harus melek
hanya untuk membuat video, video penjelasan materi, saya upload di youtube,
saya share di google classroom dan berdiskusi di sana. Cuma ya begitu, tiap
hari tidur malam. Saya sempat berpikir, ternyata report juga ya kalau tiap hari
harus online, tapi memang begitu, harus begitu supaya yang saya sampaikan
tersampaikan, yang saya jelaskan via youtube terjelaskan.
Kadang pula saya berpikir, apa
hanya saya saja yang report-report? Ah...saya tidak perduli, pikiran itu hanya
akan membuat saya mandeg. Saya harus tetap berpikir, materi saya itu harus
dijelaskan, tidak cukup dengan tulisan dan baca. Sesekali saya pantau,
rekan-rekan guru banyak juga yang berinovasi pembelajaran.
Memang, di saat seperti ini,
banyak pengajar, guru dan dosen, sangat giat berinovasi. Yang malas, ya malas,
yang berkarya ya berkarya. Tapi, entah apapun kondisi-kondisi teman-teman, saya
baru sadar ternyata mengajar dengan full daring sangat susah. Belum lagi kalau
habis ulangan, harus dikoreksi, dinilai, dan semua online. Selain itu, saya
juga harus memantau siswa-siswa yang aktif siapa, yang tidak siapa. Tidak lupa
juga, harus mengirim laporan mengajar ke pihak terkait. Wah...mantap kan.
Saya harus jujur, keadaan semacam
ini, memang membuka pengalaman baru bagi siapa saja. Dalam kontkes belajar,
siswa dan orangtua berpacu belajar bersama. Orangtua kian memahami bagaimana
teknologi sangat membantu proses pembelajaran meski pada saat bersmaan menguras
banyak energi orangtua.
Entah, sampai kapan hal ini akan
berakhir. Semoga saja tidak berlama-lama. Cerita berbeda mungkin akan menimpa siapa saja
pada masa ini. Bagaimana ceritamu??